FSH_News, Semarang (5/8) Fakultas Syari’ah & Hukum (FSH) UIN Walisongo mengadakan kegiatan agenda rutin mingguan Diskusi Ilmia Dosen FSH. Bertampat di Ruang Sidang FSH acara ini dihadiri oleh dosen FSH UIN Walisongo. Tentunya acara ini doselenggarakan dengan menerapkan prokes covid-19.
Diskusi series hari ini diisi oleh dua narasumber yang merupakan dosen muda FSH UIN Walisongo. Eka Ristianawati, M.H.I. mengangakat tema Problematika Istbat Nikah Poligami, selanjutnya Tri Nurhayati, M.H. mengagngkat tema Komersialisasi Kekayaan intelektual di perguruan Tinggi.
Eka menyampaikan bahwa sering kali ditemukan fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat, pasangan suami istri menikah di bawah tangan, tidak tercatat secara resmi. Penulis mencoba mengidentifikasi beberapa kemungkin persoalan hukum yang terjadi dalam fenomena social. Pasangan suami istri menikah menurut ketentuan agama, namun tidak tercatat, dan pernikahan tersebut pada substansinya, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasangan suami istri menikah menurut ketentuan agama, namun substansi pernikahan tersebut tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; dan pasangan suami istri menikah menurut ketentuan agama, namun pernikahan tersebut tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan agama apalagi ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (selanjutnya disebut dengan UUP) dan Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) secara bersamaan menjelaskan definisi pernikahan yang sah dalam pandangan hukum positif di Indonesia, yakni pernikahan yang dilakukan berdasarkan ketentuan agama. Oleh karena itu, dari tiga bentuk fenomena di atas, pernikahan yang bertentangan dengan ketentuan hukum agama adalah pernikahan yang tidaksah dalam padangan hukum positif di Indonesia”. Jelas Eka
Selanjutnya materi disampaikan oleh Tri Nurhayati selaku narasumber kedua. Ia menjelaskan mengenai Kekayaan Intelektual. Kekayaan intelektual merupakan hak yang muncul dari hasil kretifitas seseorang baik berupa gagasan ide, temuan produk ataupun berupa karya ilmiah yang dapat dimanaafatkan oleh manusia. KI sendiri merupakan aset berharga yang dapat digunakan sebagai sumber penghasilan melalui pemberian lisensi. Ada beberapa alasan untuk melindungi Kekayaan Intelektual, yaitu untuk mencegah dipalsukan, kebijakan perusahaan/kerajinan, mendahului kompetitornya, prestige perusahaan, dan untuk mencegah dikatakan barang palsu.
“Peran lembaga Kekayaan Intelektua atau disingkat KI di perguruan tinggi memiliki peran yang sanga penting. Ada beberapa yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi dalam mengelola KI, yaitu melakukan sosialisasi, pengurusan dan pendaftaran KI, pemanfaatan/komersialisasi KI, dan melakukan promosi KI”Pungkas Tri.
Usai pemaparan materi oleh kedua narasumber, muncul beberapa pertanyaan dan diskusi serta respond an feedback dari para peserta disdos ini.
Leave A Comment