Bandung,– Training of Incresaing Competence yang digelar Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Walisongo menyoroti pentingnya perubahan mindset sebagai fondasi utama layanan prima. Hal tersebut disampaikan dalam sesi pertama yang bertajuk “Etika Profesi dan Layanan Prima dalam Dunia Pendidikan”, 7/11/25.
Narasumber sesi ini, Dr. Imanudin Kudus, S.IP., M.Si., dari Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Karier Tenaga Kependidikan Universitas Padjadjaran, menegaskan bahwa kompetensi sumber daya manusia (SDM) terdiri dari tiga unsur utama: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sikap (attitude). Menurutnya, dua unsur pertama dapat dengan mudah ditingkatkan melalui pelatihan dan sertifikasi.
“Pengetahuan dan keterampilan bisa kita upayakan melalui berbagai pelatihan. Namun, yang paling sulit diubah adalah attitude, karena ini berkaitan langsung dengan mindset atau pola pikir,” jelas Dr. Imanudin.
Ia menekankan bahwa budaya pelayanan adalah kunci. Tanpa perubahan budaya yang mendasar, program pelatihan secanggih apapun tidak akan memberikan hasil yang maksimal.
“Selama budayanya tidak diubah, apapun yang dilakukan, baik itu peningkatan sarana maupun pelatihan, tidak akan bekerja maksimal serta tidak akan merubah apapun,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Imanudin menjelaskan bahwa layanan prima bukanlah tanggung jawab satu pihak saja, melainkan kolaborasi dari semua elemen di lingkungan akademik meliputi dosen, tenaga pendidik, dan mahasiswa.
“Pelayanan prima bukan hanya dari satu pihak, tapi semua pihak, ya dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Semuanya harus tahu dan menjalankan kode etik masing-masing. Dosen dan Tendik berpedoman pada kode etik profesi, dan mahasiswa dalam berperilaku berpedoman pada kode etik akademik”.
Menurutnya, perubahan yang efektif terjadi ketika semua pihak merasakan dampak positifnya secara langsung. Ia mencontohkan program “Unpad Wellness” di kampusnya.
“Awalnya banyak yang menolak. Tapi ketika ada satu orang yang merasakan dampak positif dari program tersebut, maka yang lain perlahan bisa menerima dan ikut serta. Perubahan yang penting itu adalah para pihaknya merasakan impact-nya dulu”, pungkasnya.
Sesi ini memberikan insight dan pemahaman yang cukup mendalam kepada para peserta bahwa transformasi layanan akademik harus dimulai dari perubahan pola pikir dan budaya seluruh sivitas akademika, bukan sekadar pemenuhan teknis semata.
Leave A Comment