FSH News_ Selasa, (19/05) HMJ Ilmu Falak (IF) FSH UIN Walisongo bekerja sama degan Asosiasi Dosen Falak Indonesia (ADFI) menyelenggarakan Webinar Falak Internasional dalam rangka Penetapan 1 Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.  Webinar  falak internasional  diadakan dengan menggunakan platform Zoom Meeting dan Youtube milik HMJ IF yang diminati kuranglebih 600 peserta.

Acara tersebut dimoderatori Dr. H. Mahsun M.Ag. selaku Kajur S2 Ilmu Falak UIN Walisongo dan  diikuti langsung oleh Prof .Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag selaku Rektor UIN Walisongo Semarang), Dr. H. Muhamad Arja Imroni, M.Ag. selaku Dekan FSH UIN Walisongo Semarang). Adapun para Narasumber yang hadir dalam webinar tersebut adalah Prof. Dr. H. Thomas Djamaluddin, MSc.selaku Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Prof. Dr. H. Ibnor Azli Ibrahim selaku Ahli Falak dari Malaysia dan dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitias Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darussalam, dan Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag. selaku Ketua Asosiasi Dosen Falak Indonesia, dosen FSH UIN Walisongo yang juga merupakan wakil dekan III FSH UIN Walisongo.

Imam Taufiq menyampaikan beberapa poin  penting dalam webinar falak internasional tersebut yang sekaligus membuka secara resmi. Ia menyampaikan bahwa salah satu bentuk loyalitas terhadap ilmu pegetahuan dan pengabdian kepada masyarakat secara luas adalah dalam wadah ilmu falak.

“UIN Walisongo dalam hal ini sangat serius dalam mengembangkan ilmu falak  sebagai the centre research of islamic astronomy di Indonesia, dengan adanya prodi S1,S2,dan S3 ilmu falak serta dibangunnya observatorium  dan planetarium terbesar se-Asia Tenggara yang diproyeksikan untuk direalisasikannya destinasi eduwisata ilmu falak se- Asia Tenggara” ,Ungkap Imam Taufiq”.

Ibnor Azli Ibrahim, selaku narasumber pertama pada acara tersebut menyampaikan secara urut sejarah perkembangan observasi hilal di Brunei Darussalam dan Malaysia.

“Pada tahun 1970 kajian tentang awal bulan di Malaysia hanya fokus pada penentuan awal Ramadhan, Syawal,dan Dzulhijjah. Namun khusu untuk penentuan awal Dzulhijjah masih mengikuti keputusan dari Arab Saudi. Adapun observasi hilal di Brunei lebih mengedepankan rukyah mujarrodah sebagai metodenya, sedangkan hisab hanya sebagain sarana pembantu”,Jelas Ibnor.

Dilanjutkan oleh narasumber kedua Thomas Djamaluddin, ia menyampaikan faktor-faktor dan unsur-unsur penting yang berpengaruh dalam proses rukyat al hilal seperti halnya teori imkan al rukyah berikut sejarah dan perkembangannya di Indonesia.

“Hingga kini teori imkan masih terus dikaji dalam rangka upaya penyatuan kalender Islam hinnga mucul  rekomendasi Jakarta terkait besaran minimal ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,5 derajat”,Tutur Thomas.

Narasumber terakhir Ahmad Izzuddin, ia menekankan terhadap nilai kemaslahatan sebagai tujuan penyatuan kriteria.

“perlu kriteria yang mampu menjembatani madzhab rukyat dan madzhab hisab. Semua pihak harus menyadari kalau masing-masing madzhab masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan”, tegas Izzuddin.

Poin penting dari acara webinar falak internasional tersebut adalah bahwa peran political will dari semua pihak dan kalangan untuk selalu bersatu, di samping tetap memberikan ruang yang memadai bagi para akademisi falak untuk kriteria terbaik dan addaptable  di lapangan. Kemudian Webinar falak internasional ditutup secara resmi oleh Mohamad Arja Imroni. (TIM HUMAS)