SEMARANG, KOMPAS.com — Wilayah Brangsong, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, ternyata tak hanya menelurkan seorang Raeni (21) sebagai salah satu mahasiswa teladan di kampus Universitas Negeri Semarang, pertengahan 2014 lalu. Di Kampus Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Kamis (29/1/2015), salah satu gadis asal Brangsong, Kabupaten Kendal, bernama Siti Afidah (22) juga menyabet gelar menawan.
Ya, Afidah adalah sarjana terbaik di fakultasnya. Warga asli Desa Brangsong 12/05 Kecamatan Brangsong, Kabupaten Kendal, ini mulai duduk di bangku kuliah sejak tahun 2010 untuk jurusan Muamalah di Fakultas Syariah.
Gadis 22 tahun itu beruntung bisa masuk di kampus tersebut lantaran dibantu pemerintah melalui program Bidik Misi, hingga lulus dan berpredikat cumlaude dengan indeks prestasi kumulatif 3,84.
Saat awal kuliah, Afidah mengaku hanya punya bekal keyakinan dan tekad yang kuat untuk bisa melanjutkan sekolah. Jalan untuk belajar pun rela ditempuh walaupun berliku. Saat beasiswa tak kunjung turun, Afidah mencari penghasilan lain dengan mengajar anak-anak kecil di tempat dia tinggal.
Upah sebagai guru les privat sedikit demi sedikit dikumpulkan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Dia melakukan hal itu lantaran tidak lagi bisa mengandalkan sokongan uang dari orangtuanya.
Kedua orangtua Afidah, Baidhowi dan Aminah, bekerja sebagai buruh tani serabutan. Penghasilan ayahnya Rp 35.000 per hari dari hasil bekerja di sawah. Meski hidup dalam kondisi demikian, kekuatan tekat dan semangat memaksa Afidah agar kantongnya tetap terisi.
“Saya hanya bisa syukur, bisa diberikan jalan untuk kuliah ini. Kalau ada tekad untuk sekolah lagi, pasti akan ada jalannya. Yakin saja,” ujar Afidah di sela-sela mengikuti upacara wisuda di kampusnya, siang tadi.
Tekat kuat itulah yang, menurut Afidah, menjadi modal untuknya berani bertaruh melanjutkan kuliah. Kekurangan dana tak menjadi penghalang untuk belajar. “Kalau memang ingin belajar, niat dan tekadnya harus ada. Pasti nanti ada jalannya,” seru alumnus Madrasah Aliyah Negeri Kendal ini.
Selain sebagai mahasiswa teladan, Afidah saat ini tinggal di sebuah pesantren di Mijen, Kota Semarang. Di sanalah, sambil kuliah, dia menghabiskan waktu mengajar anak-anak, hingga menghapal Al Quran.
Kebiasaan mengajar dan mengaji dinilai mampu mempercepat cara belajar. Dia pun meyakini, selama pikiran baik, mampu menjalani proses tirakat, maka belajar sesuatu akan lebih mudah. Hal itulah yang selalu ia praktikkan sehari-hari.
Wisuda bersama-sama dengan 1.163 sarjana di kampus UIN itu dijadikan bekal untuk melangkah lebih jauh. “Nanti saya punya cita-cita untuk bisa lanjut kuliah lagi, melanjutkan S-2. Semoga nanti masih ada jalannya, Yang Di Atas memberi jalan,” papar dia.
Orangtua Afidah pun bangga dengan prestasi putrinya. Hingga kini, anak pertama mereka ini tidak pernah mengeluh kekurangan uang. Beasiswa Bidik Misi bisa memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya. Ketika kurang, Afidah pun tidak pernah meminta lagi dari orangtuanya.
Keduanya pun mengaku langsung menangis mengetahui sang anak menjadi salah satu mahasiswa terbaik. Afidah rupanya memberi kejutan kepada orangtuanya tentang prestasinya itu.
“Saya tadi lihat di layar, kok yang maju Afidah. Tak lihat, lho… itu kan anak saya. Saat itu saya langsung ngrembes (menangis), ngucap syukur kepada Yang Di Atas. Anak saya ndak bilang kalau dia jadi yang terbaik. Dia hanya bilang wisuda saja,” kata Baidhowi.
Baidhowi pun terlihat semringah melihat anaknya berprestasi. Keluarga besarnya dari Kendal pun diajak untuk menonton proses wisuda Afidah.
Penulis | : Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
Editor | : Glori K. Wadrianto |