FSH.post – Para dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Walisongo Semarang kembali mengadakan diskusi ilmiah dosen, Jum’at 17/01/2020). Diskusi rutin mingguan yang berlangsung mulai pukul 09.00-11.00 WIB ini bertempat di Ruang Lab Falak FSH.
Diskusi kali ini membahas tentang Maṣlaḥa as the basis of Islamic Law (Maṣlaḥah sebagai dasar Pembentukan Hukum Islam). Pemateri diskusi kali ini adalah dosen muda Maskur Rosyid, M.A. Hk. Diskusi pada sesi ini menggunakan bahasa inggris.
Menurut Maskur _dalam diskusi tersebut_ bahwa penekanan sebuah kemanfaatan dan kemaslahatan perealisasianya adalah tujuan utama.
Kemudian Secara etimologis, manfaat itu sendiri berasal dari kata ṣalaḥa atau ṣaluḥa yang berarti sesuatu telah menjadi baik, adil, aman, dan yang menunjukkan kebaikan, “lanjut Maskur”.
Tidak tangung-tanggung kemudian ia mengutip dan merujuk kepada beberapa tokoh ilmuan besar Islam, sebut saja imam al-Shaṭibī (wafat 790 H), ia menyatakan bahwa maṣlaḥah berarti perolehan manfaat dan penolakan terhadap segala bentuk penipuan atau kesulitan. Ditambah lagi kutipan penapat Al-Ghazālī (w.505 H.) yang mendefinisikan maṣlaḥah sebagai segala sesuatu yang membawa kebaikan sehingga tujuan hukum (maqāṣid al-sharī‘ah atau asrār al-sharī‘ah) dilestarikan, yaitu agama yang dilestarikan, jiwa, alasan, keturunan , dan properti. Lima dasar tersebut termasuk dalam ranah maslahah haqiqiyah. Sebaliknya, segala sesuatu yang menghilangkan lima tujuan disebut mafsadah, dan menghilangkan mafsada disebut maṣlaḥah.
Maslahah adalah tujuan utama hukum Islam. seperti yang saya katakan di awal. Tujuan hukum Islam, kita kenal dengan istilah maqashid shariah atau asrar al-shariah, terdiri dari lima tujuan inti. pertama, ḥifẓ al-dīn atau menjamin kebebasan dalam memilih agama, kedua, ḥifẓ al-nafs atau mempertahankan kelangsungan hidup, ketiga, menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat (ḥifẓ al-‘aql), keempat, menjamin kepemilikan properti dan properti (ḥifẓ al- māl), dan kelima mempertahankan kelangsungan keturunan, kehormatan, dan profesi (ḥifḥ al-nasl wa al-‘ird). Selanjutnya, Maslahah dalam hal skala prioritas, ada tiga jenis, ḍarūriyyah, ḥajjiyyah, dan taḥsīniyyah, “ungkap Maskur”.
Sebagai pamungkas diskusi, Maskur menekankan bahwa Sebagai metode ijtihād, maṣlaḥah memainkan peran yang sangat mendesak, sehingga hukum Islam lebih fleksibel dan dinamis, dan metode ini disebut metode ijtihād istiṣlāḥī lalu maslahah dalam hal ini dibagi menjadi tiga jenis, Maslahah Mu’tabarah, maslahah mursalah, dan maslahah mulghah. Diskusi tentang maslahah, setidaknya muncul dua kategori, klasik dan modern. Dalam kategori klasik, saya mengkategorikan mereka menjadi dua sekolah, pertama, sekolah tradisionalis-tekstualis dan kedua, sekolah tradisionalis-rasionalis. (TIM).
Leave A Comment