FSH.post – Para dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Walisongo Semarang kembali mengadakan diskusi ilmiah dosen, Selasa 14/01/2020). Diskusi rutin ini  berlangsung mulai pukul 09.00-11.00 WIB ini bertempat di Ruang Lab Falak FSH. Pemateri pada diskusi adalah M. Ihtirozun Ni’am yang merupakan dosen muda dalam bidang ilmu falak. Ia mengambil tema kajian fokus terhadap pembahasan Ibnu Rusyd terhadap pandangannya dalam penentuan awal bulan Kamariah.

Izun Menjelaskan bawa Ibnu Rusyd merupakan ulama’ yang multidisipliner. Selain seorang filosof, ia juga seoran ilmuan falakdan juga faqih. Dalam masalah filsafat, ia menulis karya yang menyanggah karya pendahulunya yakni Imam Ghazali. Ketika Imam Ghazali menulis kitab Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filosof), Ibnu Rusyd kemudian menyanggahnya dengan menulis kitab Tahafut at-Tahafut (Kerancuan Kitab Tahafut). Dalam masalah filsafat ini, Ibnu Rusyd lebih banyak dipengaruhi pemikiran Asistoteles dari pada Plato.

Dalam masalah falak, Ibnu Ruysd adalah sosok yang menganut bahwa orbit Bumi itu elips, bukan bulat. Ia menulis beberapa karya dalam masalah ilmu falak, diantaranya Mukhtashor al-Majisti, Maqolah fi Harokat al-jaram as-samawi, kalam ‘ala rukyati jaram at-tsabitah.

Dalam diskursus fiqih, Ibnu Rusyd kecil adalah sosk penghafal kitab Muwattho’ karya Imam Malik. Ia mempelajarinya dari ayahnya sampai kemudian menghafalnya. Ibnu Rusyd besar kemudian menulis kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, salah satu karya monumentalnya dalam bidang fiqih.

Kitab bidayatul mujtahid merupakan kitab yang cukup fenomenal dalam bisang ilmu fiqih. Di Indonesia, banyak lembaga pendidikan tingkat tinggi yang mengkaji kitab ini. Kitab ini merupakan kitab yang komprehenshhif yang mencangkup keseluruhan masalah-masalah fiqih. Di dalamnya dihimpun pendapat-pendapat fuqoha’ yang berbeda. Yang menarik di sini, Ibnu Ruysd memberikan analisis yang tajam terkait sebab terjadinya perbedaan pendapat kasus per kasus dengan analisis yang cukup tajam dan jeli, termasuk diantaranya masalah penentuan awal bulan qamariyah, “Pungkas Izun”.

Dalam masalah penentuan awal bulan Qamariyah, menyetir pendapat fuqoha’, Ibnu Rusyd menyebutkan 2 cara dalam penentuan awal bulan qamariyah. Yang ertama ;Rukyah yakni ulama’ sepakat bahwa bulan Qamariyah jumlahnya terkadang 29 hari, terkadang 30 hari. Dan jumhurul ulama’ menyatakan bahwa penentuan awal bulan qamariyah adalah dengan rukyah, berdasarkan hadist shumu lirukyatihi wa afthiru lirukyatihi. Hanya saja ada perbedaan pendapat apabila hilal dalam kondisi tertentu seharusnya sudah bisa dilihat namun dalam realitanya hilal tidak berhasil dirukyah. Apakah disempurnakan menjadi 30 hari ataukah dicukupkan hanya 29 hari kemudian hari esoknya masuk tanggal 1. Yang kedua; Hisab Imkan ar-Rukyah, yakni dalam kondisi hilal tertutup mendung, ada ulama’ yang berpendapat bahwa jumlah hari dalam satu bulan diempurnakan bilangan bulannya menjadi 30 hari (istikmal). Namun ada juga yang berpendapat bahwa apabila hilal tidak berhasil dilihat namun kondisinya pada waktu itu masuk kriteria kemungkinan bisa dilihat (imkan ar-rukyah), maka bisa duputuskan bahwa esoknya sudah masuk tanggal 1, tidak disempurnakan menjadi 30 hari. Diantara ulama’ yang berpendapat demikian adalah Muthorrif bin Syukhoir dan Ibnu Suraij, “uangkap Izun”. (TIM).