Mengenal LPM Justisia
Belajar. Kata ini sederhana. Bahkan teramat sederhana. Tapi kata ini menjadi titik tekan dengan nilai tersendiri. Belajar adalah ruh yang menggerakkan setiap diri manusia. Spesies manusia bisa bertahan hidup hingga detik ini tidak bisa dipisahkan dari kata belajar ini. Manusia pasti sudah musnah, tatkala ia tidak memiliki ruh pembelajar.
Itulah ruh yang meresapi jiwa Justisia. Belajar menjadi poin terpenting bagi Justisia. Justisia bukanlah pabrik. Justisia bukanlah pesulap yang bisa merubah Anda menjadi apapun yang Anda inginkan. Justisia bukanlah Raja Midas yang kala menyentuh setiap benda berubah menjadi emas. Sekali-kali, tidak demikian!
Tapi, di Justisia, Anda menemukan orang-orang yang punya kesamaan tujuan dan visi menggapai cita-cita. Di Justisia, kita adalah manusia-manusia yang bertekad merubah diri menjadi lebih baik. Anda yang punya tekad kuat menjadi penulis, cerpenis, essais, kartunis, designer, pengusaha, fotografer, wartawan, dan segala impian Anda, silahkan bergabung dengan Justisia.
Penting diingat, Justisia tidak bisa memberikan apa-apa. Kita hanya berkumpul menuju cita-cita kita. Dengan bekal kesamaan ini, Justisia bisa menjadi wadah bersama bagi segenap wadyabala —demikian kami menyebut saudara kami— untuk selalu setia pada setiap proses. Saling membantu dalam proses.
Justisia dan Produknya
Justisia lahir karena cinta. Atas nama cinta. Cinta akan pengetahuan dan ilmu mendasari kelahiran Justisia pada 1992. Mulanya, Justisia adalah buletin yang diterbitkan UKMF Forsi (Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Forum Sajian Ilmiah). UKMF ini merupakan satu-satunya UKMF pegiat intelektual yang cukup intens dan menghasilkan banyak tokoh.
Dari sini, kemudian Buletin Justisia ini dikembangkan setelah disapih dari induknya, UKMF Forsi. Sejak itu, Justisia berubah status menjadi Lembaga Penerbitan Mahasiswa, yang berstatus UKMF (Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas) di Fakultas Syari’ah pada 1993.
Justisia lahir dengan mengantongi SK Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang No. 01/B-1 WS/III/1993. LPM Justisia terdaftar di LIPI di Jakarta dengan ISSN (International Serial Number) 1410-1785. Waktu itu, Pemimpin Redaksi pertama Majalah Justisia adalah Rumadi.
Justisia kemudian terbit dengan format majalah, mengusung Jargon Untuk Kebenaran dan Keadilan. Tentunya, buletin masih tetap dipertahankan untuk menjaga ritme dan semangat kader-kader muda untuk setia pada proses. Masa-masa ini, adalah saat Orde Baru menjadi sedemikian ditakuti. Ruh Justisia berbicara dekonstruksi. Kali ini yang didekonstruksi adalah kuasa, tepatnya pemerintah ORBA.
Pada 1996-7, kala media massa umum tak banyak bicara, Majalah Justisia tampil dengan mengusung berita yang membeberkan segala kebobrokan Soeharto dan kroni-kroninya. Tak pelak, Pemimpin Redaksi kala itu, Sumanto al-Qurthubi sempat dikejar-kejar Intel Polisi dan Militer.
Justisia mengambil peran dalam heroisme reformasi, Abdullah Ibnu Thalhah Pemimpin Redaksi Majalah Justisia kala itu membeberkan, saat larut malam, seusai mengedit naskah Majalah, ia bersama rekan-rekannya melakukan setting aksi untuk esok pagi. Begitu selama beberapa minggu.
Pada 2002, Justisia tampil dalam format Jurnal yang lebih serius dan tebal, mencapai 130 halaman. Jargon yang diusung adalah Jurnal Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan. Edisinya mengikuti bilangan majalah. Edisi 21 Jurnal Justisia mengangkat tema Sulitnya Menyusun Konstitusi. Di sisi lain, tema bahasan Justisia juga mulai berbicara soal keagamaan yang menjadi objek dekonstruksi.
Di sisi lain, edisi majalah diganti dengan format majalah semi jurnal dengan nama JustStudies. Jargon yang digunakan adalah Melintas Batas Melanggar Etika, yang bisa Anda baca di punggung jaket almamater Justisia yang hitam itu. Jargon ini hingga kini kadang (masih) diperdebatkan, terutama bagi siapa yang agak alergi dengan dekonstruksi.
Tahun yang sama, Justisia kembali menerbitkan Jurnal Justisia edisi 22 dengan tema Kritik Nalar Jawa. Seterusnya, pada edisi 23, Jurnal Justisia mulai secara serius mengarahkan kajian dekonstruksinya pada kajian-kajian keislaman.
Maka, jadilah gagasan-gagasan Justisia berbau apa yang oleh beberapa pakar disebut liberalisme pemikiran keislaman. Justisia sendiri lebih suka menggunakan istilah progresifisme pemikiran keislaman. Sebuah pemikiran yang melampaui narasi teks-teks keagamaan.
Gampangnya, gagasan ini berusaha membumikan syariat Islam dalam kondisi kekinian dan kelokalan. Islam yang bisa dengan mudah dan cocok untuk diaplikasikan dalam situasi era kini di negeri ini. Hingga muncullah edisi Fiqh Progresif, Indahnya Kawin Sesama Jenis, Membongkar Teks Tuhan, Melawan Hegemoni Wahyu, Gelombang Neo Wahabisme, Membagi Ruang Agama dan Negara, Mistisme Jalan Alternatif Reformasi Agama, Mitos-mitos Kenabian dan Ekspedisi Islam Transnasional.
Sementara itu, pada 2003, Majalah Justisia kembali bangkit dengan bilangan edisi yang sejajar dengan Jurnal. Kali ini majalah Justisia fokus kepada kajian-kajian seputar isu-isu kesyariahan hingga edisi terbaru, edisi Perampokan Kekayaan Intelektual. Pada tahun yang sama, Mading JustNews berubah format menjadi Buletin JustNews. Buletin ini sebagaimana disinggung di muka, dikhususkan bagi kader muda sebagai wadah aktualisasi diri dan tampungan kreatifitas.
Karena kreativitas hadir tanpa batas, maka Justisia juga merambah dunia sastra. Terbitlah LiKSa (Lingkar Kajian Sastra Justisia). LiKSa ini secara khusus terbit untuk mewadahi kreatifitas mahasiswa dan kader dalam bidang sastra, baik dalam bentuk puisi, cerpen, essai, tokoh sastra, tips menulis sastra, bahkan karikatur dan komik.
Dari detik ke detik, waktu makin cepat berputar. Padahal, Jurnal, Majalah, dan LiKSa terbit satu semester sekali. Justisia tidak mau ketinggalan, maka dibuatlah media online yang berfungsi sebagai media pemberitaan LPM Justisia di dunia maya. Maka, dibuatlah weblog LPM Justisia di alamat http://lpmjustisia.blogspot.com/. Selain itu dapat juga dikunjungi dalam www.justisia.com atau ngaliyanmetro.blogspot.com.
Masih kurang, karena kebutuhan mahasiswa Fakultas Syariah akan informasi amat tinggi, maka LPM Justisia kemudian merombak lini penerbitan dengan menambahkan satu media lagi, yakni Koran Mahasiswa Just Paper yang sekarang ini kita lounching. Media ini terbit setiap dua minggu sekali dengan mengusung Jargon Menembus Narasi, Melampaui Tradisi. Selamat menikmati sajian kami.
Kegiatan Justisia
Kegiatan utama LPM Justisia sebagai lembaga penerbitan adalah menerbitkan pelbagai terbitan, mulai dari Jurnal, Majalah, LiKSa, JustNews, dan Just Paper. Di dalam proses penerbitan inilah, pelbagai keahlian diasah dan digunakan; pelbagai kader dengan cita-cita yang berbeda bersatu.
Terbitan bisa sampai ke tangan pembaca setelah melalui proses panjang. Mul
ai dari perumusan tema utama, pencarian (hunting) berita dan narasumber, hunting referensi, hunting foto, hunting penulis luar, pembuatan karikatur, penulisan berita dan artikel, editing bahasa, lay-outing, pengolahan foto dan karikatur, pencarian iklan, finishing plus editing pra-cetak, cetak, dan distribusi. Baru sampai ke tangan pembaca untuk bisa dinikmati.
ai dari perumusan tema utama, pencarian (hunting) berita dan narasumber, hunting referensi, hunting foto, hunting penulis luar, pembuatan karikatur, penulisan berita dan artikel, editing bahasa, lay-outing, pengolahan foto dan karikatur, pencarian iklan, finishing plus editing pra-cetak, cetak, dan distribusi. Baru sampai ke tangan pembaca untuk bisa dinikmati.
Di sini, jiwa-jiwa yang kokoh dan pantang menyerah benar-benar diuji. Untuk itu, diperlukan serangkaian kegiatan kaderisasi yang solid demi mencapai cita-cita bersama. Kesetiaan kepada proses menjadi kata kunci kesuksesan.
Proses kaderisasi menyangkut kaderisasi mental; kaderisasi skill kepenulisan, skill lay-outing, skill fotografi, skill hunting berita, dan hunting iklan; kaderisasi intelektual menyangkut kajian diskusi filsafat, sosiologi, ushul fiqh, sastra, budaya, hukum, ekonomi, dlsb.
Di samping itu, untuk memupuk kebersamaan, LPM Justisia seringkali mengadakan kegiatan yang bersifat wisata-studi. Pada 20-21 Agustus lalu, Justisia mengadakan out bond di Medini, Kendal.
Leave A Comment