(Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo)
“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian.
Demikian pidato yang terkenal ini, dilontarkan oleh seorang panglima perang Islam ketika hendak menaklukkan negeri Andalusia (Spanyol), pada bulan Rajab tahun 97 H (Juli 711 M), yakni Thariq bin Ziyad. Nama pejuang Islam ini begitu harum, hingga harus diabadikan untuk sebuah semenanjung perbukitan karang setinggi 425 m di pantai tenggara Spanyol, Gibraltar atau Jabal Tariq.
Berkat keseriusan dan kesabaran Thariq dan melaksanakan perintah pemimpin negaranya yakni Musa bin Nushair, Gubernur Afrika Utara, Thariq dengan pasukan 7000 tentara bisa menaklukkan 25000 tentara Spanyol tanpa susah payah. Kesabaran Thariq ini menjadi teladan bagi kita untuk merenungkan bahwa kesabaran yakni sabar untuk senantiasa berpegang pada jalan Alloh akan membawa kepada kenikmatan dan kebahagiaan bagi yang memilikinya. Sabar untuk konsisten melaksanakan suatu perbuatan yang telah direncanakan sebelumnya.
Sabar bukan berarti kita berpangku tangan dengan apa yang menimpa kepada diri kita, tetapi sabar sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo, dalam tafsir Al Manar, mempunyai arti al juhdu wa al istimrar, yaitu berusaha secara terus-menerus.
Dalam konteks puasa, Alloh menguji kesabaran kita untuk meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa yakni makan dan minum serta dari segala perbuatan yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, dalam rangka meningkatkan ketaqwaan seorang muslim. Inilah relasi puasa dan sabar, puasa sebagai salah satu rukun Islam yang harus dilaksanakan dengan ikhlaas dan sabar karena mengharap ridho dan maghfiroh Alloh SWT. Sebagaimana firman Allah pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Selama berpuasa kita juga disuruh sabar untuk melakukan ibadah-ibadah lain yang dianjurkan. Dalam sebuah hadits menyebutkan bahwa ibadahnya orang yang berpuasa akan dilipatgandakan sebanyhak mungkin sebagaimana hadits Nabi, “Puasa itu untuk ku dan Aku yang akan memberikan padala kepada orang yang berpuasa”.
Secara tekstual lewat Surah Al Baqarah ayat 45, Alloh SWT berfirman “Dan mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhnya yang demikian ini sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” Kata sabar yang mendahului kata shalat itu mempunyai makna, betapa sikap sabar itu sangat penting dalam menjalankan segala perintah Alloh.
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu sekalian dan teguhkanlah kesabaranmu itu dan tetaplah bersiap siaga, dan bertaqwalah kepada Alloh supaya kamu beruntung” (Q.S. Ali Imran : 200). Ayat ini memerintahkan untuk bersabar dalam menjalani ketaatan ketika mengalami musibah, menahan diri dari maksiat dengan jalan beribadah dan berjuang melawan kekufuran, serta bersiap siaga penuh untuk berjihad di jalan Allah SWT.
Para ulama membagi sabar menjadi tiga kategori; sabar atas mushibah, sabar dari makshiyat, dan sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh SWT. Sabar atas mushibah berarti kita tegar ketika kita diberi cobaan dari Alloh, mencari alternative untuk keluar dari mushibah yang tentunya tidak kita harapkan. Tidaklah Alloh memberikan cobaan kepada kita kecuali Alloh telah mempertimbangkan kemampuan kita, tinggal manusialah yang harus memilih sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Sabar dari maksiyat artinya dengan kesadaran penuh untuk meninggalkan kemaksiyatan dan kemafsadatan. Kita yakin bahwa apa yang dilarang oleh Alloh pasti mempunyai mefek negative bagi kehidupan mansuia. Oleh karena itu seindah apapun kemaksiyatan hanyalah performance belaka dan harus ditinggalkan.
Sabar yang ketiga, sabar untuk taat kepada Alloh. Bentuk sabar inilah yang kita ambil dari prosesi ibadah puasa yang secara fsisik maupun psikologis memberikan pelajaran kepada kita untuk mengasah kesabaran kita agar bisa mendaparkan kategori “shabirin” hamba yang sabar yang disenangi oleh Alloh SWT.****
Leave A Comment